Penulis: Suzanne Collins
Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: Gramedia
Cetakan: Oktober 2009
Tebal: 408 Halaman
Membunuh atau dibunuh. Itulah aturan
sederhana dari acara tahunan Hunger Games. Di suatu masa depan, Amerika
Utara musnah lalu berdirilah negara Panem dengan Capitol sebagai ibu kota.
Awalnya, Capitol dikelilingi 13 distrik. Namun, suatu ketika terjadi
pemberontakan melawan Capitol dan berakibat musnahnya Distrik 13. Sebagai
pengingat akan kekuasaan ibu kota, Capitol mengadakan acara televisi The Hunger
Games setiap tahun di mana satu anak laki-laki dan satu anak perempuan berumur
12 hingga 18 tahun dari setiap distrik dipilih untuk bertarung sampai mati. Dua
puluh empat peserta setiap tahun dan hanya akan ada satu pemenang. Acara
tersebut disiarkan live di seluruh Panem.
Katniss Everdeen, 16, adalah gadis
yang tinggal di Distrik 12 bersama ibu dan adik perempuannya, Primrose
Everdeen. Distrik 12 mendapat jatah sebagai produsen batubara. Sejak kematian
ayahnya dalam ledakan di tambang, Katniss mengambil alih sebagai kepala
keluarga. Setiap hari ia berburu bersama sahabat laki-lakinya, Gale. Pada saat
pengambilan undian Hunger Games ke-74, nama Primrose terpilih sebagai peserta.
Secara spontan, Katniss bersedia menggantikan posisi adiknya. Bersama anak
laki-laki terpilih dari distrik 12 bernama Peeta Mellark, Katniss menyuguhkan
acara The Hunger Games yang tak terlupakan untuk warga Panem.
Alur cerita novel ini tergolong
sederhana. Yang membuat The Hunger Games menarik adalah karakter tokoh dan
detil aksi yang intens. Katniss adalah pemburu yang berpengalaman, akrab dengan
alam, dan sangat mandiri. Negara Panem melarang perburuan di Distrik 12
sehingga wilayah itu dikelilingi pagar berarus listrik. Namun Katniss dan Gale
selalu lolos dan berhasil membawa hasil buruan untuk dimakan atau ditukar
dengan kebutuhan lain untuk keluarga mereka. Keahlian berburu dan pengalaman
Katniss lah yang membuat jalan cerita saat pertarungan menjadi menarik.
Selain aksi, novel ini mengangkat
kehidupan pribadi Katniss untuk ditonjolkan pada sisi drama. Apalagi novel ini
bertutur menggunakan sudut pandang Katniss. Penulis menyoroti peran Katniss
sebagai kepala keluarga di usia belia dan rasa sayangnya kepada Prim, si bungsu.
Begitu juga dengan keraguan perasaan Katniss terhadap Gale. Ditambah lagi
dengan pengakuan Peeta yang ternyata menyukai Katniss sejak hari pertama
sekolah. Hubungan Katniss-Peeta banyak diolah sejak acara The Hunger Games
dimulai. Hubungan ini pula yang membuat pembaca mengira-ngira motivasi Peeta
yang sesungguhnya.
Edisi terjemahan dari Gramedia
dikerjakan dengan baik. Alih bahasanya mulus dan minim typo. Sampulnya
mengadopsi versi asli yang menurut saya kurang eye catching. The Hunger
Games adalah buku pertama dari trilogi. Sekuelnya adalah Catching Fire dan
Mockingjay. Penulisnya, Suzanne Collins mengategorikan novel ini untuk konsumsi
Young Adult. Sebelum menulis The Hunger Games, Collins bekerja untuk
Nickelodeon. Novel ini meraih berbagai penghargaan dan menjadi New York Times
bestseller. Adaptasi film The Hunger Games dijadwalkan akan rilis pada Maret
2012 dengan Jennifer Lawrence sebagai Katniss.
Tinjauan
Bahasa: Bahasa
yang digunakan dalam novel ini adalah bahasa terjemahan ke bahasa Indonesia.
Kontroversi: Dibalik
kesuksesannya, cerita The Hunger Games sendiri juga tak lepas dari
kritikan. Ceritanya dianggap terlalu mengekspos adegan kekerasan dan tak cocok
untuk dibaca anak muda. Novel ini berada di urutan kelima dalam daftar American Library Association
untuk buku yang paling ditentang pada tahun 2010, dengan alasan: seksualitas,
tidak cocok untuk kelompok umur remaja, dan kekerasan.Selain itu, The Hunger Games juga dikritik karena kemiripannya dengan novel Jepang tahun 1999, Battle Royale karangan Koushun Takami. Kemiripan tersebut terlihat dari temanya, yaitu harus saling membunuh hingga tertinggal satu orang lagi yang menjadi pemenangnya. Tapi Collins membantahnya, menurutnya, dia sama sekali tidak pernah mendengar novel ataupun penulis tersebut sampai novelnya diterbitkan.
Saran:
Hal yang patut dicatat dalam novel
ini adalah penulis berhasil menyajikan dunia baru, tanpa penyihir, naga,
ksatria, dan lain sebagainya. Terasa menyegarkan mengingat setelah era Harry
Potter, dunia perbukuan dibanjiri cerita fantasi dengan negeri antah berantah.
Di novel ini hanya ada anak-anak yang diuji ketangguhan dan kreativitasnya
untuk bertahan hidup. Mengerikan memang, namun idenya keren, alurnya tegang
dari awal hingga akhir.